Pelaksanaan sistem tanam paksa (culturstelsel) sebenarnya merupakan usaha Pemerintah Hindia Belanda dalam memperbaiki keungan di Hindia Belanda. Usaha tersebut sebenarnya sudah dilakukan sejak masa pemerintahan Van der Capellen (1819-1825). Usaha-usaha Belanda tersebut semakin mendapat hambatan karena persaingan dagang dengan pihak Inggris. Apalagi setelah berdirinya Singapura pada tahun 1819, menyebabkan peranan Batavia dalam perdagangan semakin kecil di kawasan Asia Tenggara. Untuk kawasan Indonesia sendiri diperparah dengan jatuhnya harga kopi dalam perdagangan Eropa. Karena kopi merupakan produk ekspor andalan pendapatan utama bagi Belanda.
Riset secara khusus mengenai bagaimana kemampuan penyesuaian diri mereka di negara atau budaya baru yang mereka datangi belum banyak dikuak oleh para peneliti Indonesia. Namun, secara umum, fenomena datangnya para pendatang di negara baru ini telah menggugah beberapa peneliti untuk melakukan riset mengenai penyesuaian diri para siswa internasional ini. Meskipun beberapa riset dikembangkan dari berbagai pendekatan yang berbeda, namun ternyata ditemukan adanya hasil yang konsisten yaitu bahwa ada persoalan-persoalan yang muncul dalam hal penyesuaian diri para siswa ini (Charles & Stewart,; Das, Chow & Rutherford; Searle & Ward, dalam Chapdelaine, 2004).
Namun lepas dari konteks globalisasi pendidikan di atas, sebenarnya antar suku di Indonesia sendiri memungkinkan penduduk Indonesia untuk diharuskan belajar budaya baru saat mereka keluar dari tempat tinggalnya, mengingat begitu berbedanya budaya satu dan budaya lainnya di Indonesia. Dalam hal ini, konteks bercampurnya siswa-siswi dari budaya yang berbeda yang terjadi di Indonesia bisa dikatakan bukanlah hal yang baru. Mengingat begitu beragamnya budaya di Indonesia, maka potensi untuk terjadinya culture shock di antara para penduduk yang tinggal di tempat baru di Indonesia juga akan semakin besar. Selain itu, riset Chapman (2005) juga menemukan bahwa pelajar yang belajar di negrinya sendiri, namun memiliki guru dari budaya yang berbeda, juga bisa mengalami culture shock sebagai akibat dari keterlibatan antara guru dan murid.
puisi sampai kepada pembaca sebagai gaung bunyi. Tapi gaung ide juga. Ide dan bunyi yang dibawa oleh imaji puisi. Imaji yang menaut dalam relasi konteks latar tempat (laut), dan mahluk-mahluk laut yang menjadi latar di mana puisi bermain. Dan perenang buta adalah sebuah puisi yang bermain di dalam latar jarak, yang penyebutannya sendiri pembaca sudah disuguhi oleh sang penyair dengan sebuah ragu, dalam arah yang menunjuk ke banyak arah, dengan menyimpul kepada nomina jarak yang relatif. Tahap terakhir ini dapat muncul pada saat individu kembali ke negri asalnya. Individu mungkin menemukan bahwa cara pandangnya terhadap banyak hal tidak lagi sama seperti dulu. Dan pada masa inipun membutuhkan kembali penyesuaian terhadap kulturnya yang lama sebagaimana ia dulu memasuki kultur yang baru. Dalam penelitian Gaw (2000) ditemukan bahwa individu yang kembali ke dalam negrinya dan mengalami re-entry culture shock yang tinggi akan menunjukkan adanya masalah dalam penyesuaian diri dan mengalami masalah rasa malu dibandingkan mereka yang mengalami re-entry culture shock yang rendah.
Customer culture merupakan bagian pengetahuan yang penting dalam pengembangan sales marketing suatu perusahaan untuk mendapat keuntungan, karena menyangkut dalam berbagai perilaku dan kebiasaan yang dialami setiap konsumen yang mana membutuhkan pelayanan prima dari hasil setiap produk yang ditawarkan, entah berupa hal tangible maupun intangible, sehingga mampu terwujud pengertian dan memberikan kepuasan pada konsumen. Art & Culture Indonesia (ACI) peduli pada pengembangan seni budaya Nusantara warisan nenek moyang kita. Warna-warni dan keragaman seni budaya Indonesia adalah anugerah terindah yang kita miliki. Upaya menyeragamkan dan memonopoli kiprah seni budaya Indonesia dalam satu pemahaman harus kita tentang mati-matian hingga titik darah penghabisan.